ثم المياه على اربعة اقسام ؛ طاهر مطهرغير مكروه وهوالماء المطلق وطاهرمطهرمكروه وهوالماءالمشمس وطاهرغيرمطهروهوالماءالمستعمل والمتغيربما خالطه من الطاهرات وماء نجس وهوالذي حلت فيه نجاسة وهودون القلتين اوكان قلتين فاكثر فتغيروالقلتان خمس ماءة رطل بغدادي تقريبا في الاصح ؛ تقريب دليل \ التدهب
- Air suci dan mensucikan, dan tidak makruh pemakaiannya. Air ini disebut air mutlak (1.
- Air suci dan mensucikan (tapi) makruh dipakainya, yaitu air yang telah terkena panas matahari (2.
- Air suci (tapi) tidak mensucikan, yaitu air musta’mal (3 dan air yang telah berubah (warna atau bau atau rasanya) karena barang suci yang mencampurinya (4.
- Air najis/mutanajis, yaitu air yang kurang dari dua kulah yang terkena najis (5, atau air dua kulah/lebih kemudian berubah (karena najis itu) (6. Dua kulah adalah sekira 500 kati Bagdad, menurut kaul yang paling shoheh (7.
Keterangan :
- (Air yang suci dan mensucikan/lebih dari dua kulah/gede) ; Dasar kesucian dari air mutlak adalah hadits yang diriwiyatkan oleh Imam Bukhori dan lain2 dari Abu Hurairoh RA, ia berkata : Seorang A’rabi (Badwi) berdiri dan kencing di dalam masjid. Maka orang2 pun lalu berdiri hendak menghardiknya. Lalu Nabi SAW bersabda :
دَعْوَهُ وَهَرِيْقُوا ْعَلَي بَوْلِهِ سَجْلاً مِنْ مَاءٍ ـ اَوْذَنُوْباً مِنْ مَاءٍ ـ فَاِنَّمَابُعِثْتُمْ مُيَسِّرِيْنَ وَلََمْ تُبْعَثُواْ مُعَسِرِيْنَ
“Tinggalkan dia, dan siramkan
setimba air di atas air kencingnya. Bahwasanya kalian diutus untuk
membuat kemudahan, bukannya diutus untuk membuat kesulitan.”.
- (Musyammas) ; Yang dimaksud adalah air yang berada di dalam bejana yang terbuat dari logam (selain emas dan perak) dan terkena panas matahari. Dimakruhkan karena ada yang mengatakan, bahwa air tersebut dapat menyebabkan kerusakan kulit (corob). Kemakruhan ini hanya berlaku bila dipakai untuk badan, serta di daerah2 yang beriklim panas, seperti negeri arab.
- (Musta’mal, air suci tapi tidak mensucikan) ; Air yang telah dipakai untuk mensucikan hadats . Dasar kesuciannya adalah hadits yg diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Sayidina Jabir bin Abdillah RA, ia berkata : Rasululloh SAW datang menjenguk aku ketika aku sedang sakit tak sadarkan diri (karena parahnya). Kemudian beliau berwudlu dan menyiram aku dengan air (yg telah beliau pakai) wudlu”.
Bila air tersebut telah tidak suci lagi, maka tidak mungkin dituangkan pada Sayidina Jabir.
Sedang dalil yang menunjukkan bahwa air
itu telah tidak dapat dipakai lagi untuk bersuci, adalah hadits riwayat
Imam Muslim dll. Dari Abi Huraeroh RA bahwasanya Nabi SAW bersabda :
لايغتسل احدكم في الماءالداءم وهو جنب
“Janganlah seseorang dari kalian mandi di air yang diam (tidak mengalir), sedang ia dalam keadaan junub.”.
Ketika orang2 menanyakan : “Wahai Abu Huraeroh, lantas bagaimana ia harus berbuat,”. Beliau menjawab : “Dengan menceduk”.
Dari hadits di atas dapat diambil
pengertian, bahwa mandi mencebur dalam air dapat menghilangkan sifat
mensucikannya air itu sendiri. Sebab bila tidak, maka tidak mungkin hal
itu silarang oleh Nabi SAW. Air yang disebut dalam hadits ini adalah air
yang sedikit. Menggunakan air tersebut untuk berwudlu, adalah sama saja
dengan mandi, karena keduanya mempunyai maksud yang sama, yaitu
menghilangkan hadas.
- (Muqoyyad) ; Barang2 suci yang tidak ada hubungannya dengan air , seperti teh, kopi dsb. Air ini tidak dapat dipakai lagi untuk bersuci karena telah tidak mutlak lagi.
- Air Najis/Mutanajis (Air sedikit/kurang dari dua kulah kedatangan najis) ; Diriwiyatkan oleh Imam Khomsah dari Abdullah bin Umar RA, ia berkata, saya mendengar Rosululloh SAW ketika ditanya tentang air yang berada di padang pasir dan hewan-hewan buas serta binatang2 yang datang minum kesana. Beliau bersabda :
اذاكان الماء فلتين لم يحمل الخبث ـ وفي لفظ الابي داود ـ فانه لا ينجس
“Bila air itu ada dua kulah maka
tidak mengandung kotoran”. Dalam suatu riwayat Abu Daud ; …..
sesungguhnya air itu tidak najis”.
Mafhum dari hadits di atas adalah
bilamana air itu kurang dari dua kulah, maka akan menjadi najis walau
tidak berubah. Pemafhuman ini dikukuhkan pula oleh riwayat Muslim dari
Abu Huraeroh RA bahwasanya Nabi SAW bersabda :
اذااتيقظ احدكم من نومه فلا يغمس يده في الاناء حتي يغسلها ثلاتا فانه لايدري اين باتت يده
“Bila seseorang diantara kalian
bangun dari tidurnya maka jangan ia celupkan tangannya dalam bejana
sehingga ia mencucinya (terlebih dahulu) tiga kali. Karena ia tidak
tahu, dimana tangannya itu bermalam.
Bahwasannya orang yg baru bangun dari
tidurnya dilarang mencelupkan tangannya karena dikwatirkan akan
mengotori air dengan najis yang tidak diketahuinya. Dan kita telah
maklum, bahwa najis yang tak nampak oleh mata tidak akan merubah sifat2
air. Bila saja najis itu tidak menajiskan air, tentu hal itu tidak
dilarang.
- (Air najis/mutanajis) ; Dalilnya adalah Ijma’. Dikatakan dalam Majmu (Syarah muhaddab). Berkata Ibnul Mundzir ; Para Ulama telah sepakat (Ijma’) bahwa air yang sedikit atau banyak bila terkena najis sampai berubah rasa, warna atau baunya, maka air itu telah menjadi najis.
Adapun hadits :
الماء طهور لا ينجسه شيء الا ما غير طعمه اوريحه
“Air itu suci (dan mensucikan), tidak ada sesuatu yang membuatnya najis kecuali yang merubah rasanya atau baunya”.
Bahwa hadits di atas dhoif sanadnya. Imam
Nawawi berkata : “Tidak sah berhujjah dengan hadits tersebut. Katanya
pula ; “Imam Syafi’I meriwayatkan kedhaifannya dari ahli ilmu tentang
hadits” (Majmu ; 1/60).
- Dua kulah = -/+ 190 liter. Atau bila dalam kolam persegi empat, maka panjang, lebar dan tingginya masing-masing 1 ¼ hasta. Bila kolamnya bundar maka garis menengahnya 1 hasta, dalam 2 ¼ hasta dan keliling 3 1/7 hasta. *** Walohu a’lam. (Iqbal1 ; Matan Fathul Qorieb / Attadhib).
No comments:
Post a Comment